Kasus peredaran narkoba di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) semakin hari kian mengkhawatirkan. Fakta yang mencuat dari berbagai diskusi, semakin banyak yang ditangkap, justru semakin banyak pula yang beredar. Fenomena ini ibarat bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak, mengancam generasi muda, dan merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Langkah penegakan hukum memang telah dilakukan. Namun, apakah itu cukup? Jawabannya: tidak. Perang melawan narkoba tidak bisa hanya dibebankan pada aparat. Ini bukan sekadar urusan hukum, melainkan tantangan sosial, budaya, bahkan moral.
Mesti ada gerakan semesta, sebuah langkah kolektif yang melibatkan semua unsur masyarakat. Dari tokoh agama, adat, budayawan, pendidik, pemerintah daerah, hingga keluarga di rumah. Pendidikan tentang nilai agama, budaya, dan adat istiadat harus berjalan seiring dengan pembekalan life skill dan kreativitas bagi generasi muda. Tanpa itu, anak-anak bangsa akan mudah tergelincir pada jalan pintas yang menyesatkan.
Sayangnya, hingga kini KSB belum menunjukkan arah yang jelas akan menjadi kabupaten seperti apa. Brand positif sebagai daerah yang religius, maju, dan produktif justru tertutupi oleh stigma negatif: Kabupaten darurat narkoba. Apakah ini citra yang ingin kita wariskan?
Editorial ini menegaskan: Tanggung jawab menghadapi narkoba adalah tanggung jawab bersama. Tidak ada yang bisa berpangku tangan. Semua elemen harus bersatu padu, bahu-membahu, dan sadar bahwa melindungi generasi dari narkoba sama artinya dengan menyelamatkan masa depan KSB itu sendiri.
Jika tidak, maka jangan salahkan sejarah ketika mencatat bahwa kita lalai menjaga arah dan jati diri daerah ini.(*)
Komentar